Penulis: Rostianti,S.Pd (Guru SD)
Genosida yang dilakukan oleh Zion*s Yahudi telah membuat banyak anak Palestina menjadi yatim. Data Biro Statistik Pusat Palestina menunjukkan bahwa Jalur Gaza kini menghadapi krisis yatim terbesar dalam sejarah modern. Sepanjang 534 hari pengeboman, ada 39.384 anak yang menjadi yatim. Dari jumlah tersebut, 17.000 anak menjadi yatim piatu dan menjalani kehidupan tanpa dukungan atau perawatan. Data ini dirilis menjelang Hari Anak Palestina pada 5 April 2025. international.sindonews.com
Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini mengutip UNICEF pada Jumat (4-4-2025) bahwa setiap hari 100 anak Palestina tewas atau terluka di Jalur Gaza sejak Israel melanggar gencatan senjata pada 18 Maret 2025. Ia juga menyatakan 15.000 anak dilaporkan telah tewas sejak 7 Oktober 2023. international.sindonews.com
Lazzarini menyebut bahwa 15r43l menjadikan bantuan kemanusiaan sebagai senjata perang di Jalur Gaza. Akibatnya, kelaparan dan keputusasaan meluas. Situasi ini sungguh mengerikan, sudah lebih dari sebulan Jalur Gaza berada dalam keadaan pengepungan total. Zion*s Yahudi menghalangi masuknya makanan, obat-obatan, dan bahan bakar. Ini seperti pembunuhan secara tidak langsung.
Omong Kosong Perlindungan Anak
Miris, pada momen hari anak, justru anak-anak Palestina kehilangan orang tua, keluarga, bahkan nyawa mereka. Hal ini terjadi di tengah narasi Barat yang berbusa-busa tentang hak asasi manusia (HAM) serta berbagai aturan internasional dan perangkat hukum soal perlindungan dan pemenuhan hak anak.
Konvensi PBB tentang Hak Anak (United Nations Convention on the Rights of the Child/UNCRC) menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh:
– Kehidupan, kelangsungan hidup, dan perkembangan
– Perlindungan dari kekerasan, pelecehan, atau pengabaian
– Pendidikan yang memungkinkan anak-anak untuk memenuhi potensinya
– Dibesarkan oleh orang tua atau memiliki hubungan dengan mereka
– Mengungkapkan pendapat mereka dan didengarkan pendapatnya
Namun, perlindungan terhadap anak Palestina hanyalah omong kosong karena hak-hak tersebut tidak mereka dapatkan. Mereka tidak bisa dibesarkan oleh orang tuanya karena Zion*s Yahudi telah menghabisi orang tua dan kerabatnya. Mereka tidak bisa memperoleh pendidikan karena Zion*s Yahudi membombardir sekolah hingga luluh lantak. Ketika sakit, mereka tidak bisa mendapatkan perawatan medis yang memadai karena penjajah telah menghancurkan rumah sakit yang ada. Mereka bahkan kehilangan hak hidup karena penjajah merenggut nyawa mereka bahkan sejak masih berusia beberapa hari.
Apa salah anak-anak Palestina? Mereka masih berusia kanak-kanak sehingga belum berbuat dosa, tetapi ambisi Zion*s yang didukung tuannya (AS dkk.) untuk menguasai tanah Palestina telah merenggut kebahagiaan mereka. Hal mendasar seperti makanan dan minuman saja tidak mereka dapatkan. Anak-anak ini tidak memiliki sesuatu pun untuk dimakan hingga mereka terpaksa memakan rumput dan tanah, juga meminum air kotor. Anak-anak ini setiap hari melihat kematian orang-orang yang disayanginya. Bagaimana kita berharap jiwa mereka baik-baik saja? Tidak hanya fisik mereka yang berdarah, jiwa mereka pun terluka.
Lantas, apa yang dunia (kapitalisme) lakukan untuk melindungi anak-anak Palestina? Nyaris tidak ada. Sumber masalahnya, yaitu penjajah Zion*s Yahudi, masih dibiarkan eksis dan terus melakukan genosida terhadap anak Palestina. Tidak ada upaya serius dari PBB maupun organisasi negeri-negeri Islam seperti OKI dan Liga Arab untuk menghentikan langkah Zion*s.
Selama entitas penjajah itu masih ada dan bercokol di bumi Palestina, anak-anak Palestina tidak akan pernah merasakan keamanan, kesejahteraan, dan kebahagiaan. Hidup mereka akan selalu terancam. Apalagi para penjajah itu adalah kumpulan orang-orang pengecut yang bahkan terhadap anak-anak saja mereka menggunakan senjata mematikan, tidak ada belas kasihan. Apakah saat menembaki anak-anak Palestina mereka memedulikan HAM? Tentu tidak.
Semua ini semestinya menyadarkan umat bahwa tidak ada yang bisa mereka harapkan dari lembaga-lembaga internasional dan semua aturan yang dilahirkannya. Lembaga internasional sejatinya adalah alat AS dkk. untuk menguasai dunia melalui jalur diplomasi. Lembaga itu tidak dirancang untuk menolong kaum muslim Palestina, tetapi untuk mengukuhkan pengaruh AS di dunia, khususnya Timur Tengah demi memperoleh keuntungan materi.
Masa Depan Palestina Ada pada Khilafah
Masa depan Palestina tidak di tangan Barat, tidak juga di tangan para penguasa boneka di negeri-negeri muslim. Mereka semua sudah terbukti membiarkan Palestina bersimbah darah dan tidak ada upaya serius untuk membebaskannya. Kalaupun kini beberapa negeri muslim menolak relokasi penduduk Gaza, seperti Mesir dan Yordania, itu bukan untuk kepentingan Palestina, tetapi karena mereka enggan memberi tempat di negerinya dan hidup bersama kaum muslim Palestina.
Oleh karenanya, harapan kemenangan Palestina hanya ada pada kepemimpinan politik Islam atau Khilafah. Khilafah berfungsi sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (perisai pelindung) terhadap umat Islam, termasuk di Palestina. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”(HR. Bukhari). Juga sabda beliau,”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’alayh dll.).
Khilafah tidak akan pernah membiarkan kezaliman menimpa rakyat Palestina. Khilafah akan melawan Zion*s Yahudi dengan jihad fi sabilillah. Ini sebagaimana perintah Allah Taala, “Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (QS Al-Baqarah [2]: 191).
Khilafah terbukti selama belasan abad berhasil menjadi benteng pelindung yang aman bagi Palestina. Khalifah Umar bin Khaththab ra. telah membebaskan Palestina dari penjajahan Romawi dan memimpinnya dengan adil. Para khalifah berikutnya senantiasa melindungi Palestina dari serangan musuh.
Khilafah juga memberikan support system terbaik bagi tumbuh kembang anak sehingga mereka bisa menjadi generasi cemerlang pembangun peradaban emas dari masa ke masa. Khilafah membangun Palestina hingga menjadi wilayah yang makmur dengan infrastruktur yang modern. Kota-kota di Palestina tertata rapi dan indah. Penduduknya sejahtera dan terpelajar.
Khilafah memenuhi hak-hak anak Palestina secara riil. Khilafah menjamin keamanan mereka, kebutuhan hidup mereka, serta menyediakan sarana kesehatan dan pendidikan. Khilafah membangun Madrasah Nizhamiyah di Baitulmaqdis, Yerusalem. Madrasah inilah yang melahirkan sosok Hujjatul Islam yang keilmuannya diakui hingga saat ini, yakni Imam Muhammad Abu Hamid al-Ghazali. Beliau bahkan mengkhatamkan penyusunan kitab Ihyaa’ ‘Uluum ad-Diin di salah satu bilik Masjidilaqsa (Al-Waie, 29-4-2024).
Ketika pasukan Salib menyerang Palestina, Khilafah berhasil membebaskannya. Melalui pasukan Shalahuddin al-Ayyubi, Palestina kembali berada dalam perlindungan Khilafah Islamiah. Setelahnya, Khilafah senantiasa melindungi Palestina, bahkan ketika Khilafah dalam posisi lemah sekalipun. Pada masa akhir Khilafah Utsmaniyah, Khalifah Abdul Hamid II bersikeras tidak mengizinkan Yahudi untuk memiliki wilayah di Palestina.
Barulah ketika Khilafah runtuh, perisai pelindung Palestina dan umat Islam secara keseluruhan sirna. Palestina kemudian dikuasai Zion*s Yahudi dan dicabik-cabik hingga hari ini. Tanpa Khilafah, umat Islam tidak punya pemimpin yang mengomando mereka untuk jihad fi sabilillah membebaskan Palestina, meski mereka sangat ingin jihad ke sana. Sedangkan penegakan Khilafah dan jihad fi sabilillah adalah solusi hakiki Palestina dan harus menjadi agenda utama perjuangan umat Islam sedunia.**