18.9 C
New York
Selasa, Juni 17, 2025

Buy now

spot_img

Zakat Media Tazkiyyatun Nafs

Oleh: Ahmadan B. Lamuri / Akademisi Universitas Alkhairaat Palu

Zakat merupakan salah satu dari yang diwajibkan dalam Islam. Kewajiban menunaikannya dijelaskan dalam al-Qur’an dan hadits. Karena itu, landasan menunaikannya sesuatu yang qath’i (kuat) dan bersifat ta’abbudi. Al-Qur’an kerap menggandengkan perintah melaksanakan shalat dengan menunaikan zakat (Q.S. al-Baqarah: 43, 83, 110. 177, 277; al-Nisa: 77, 162; al-Maidah: 12; al-Taubah: 5; dan lainnya).

Penggandengan antara shalat dan zakat menunjukkan kedua kewajiban itu mempunyai nilai saling melengkapi dalam bentuk aplikasinya. Jika shalat menunjukkan hubungan vertikal seorang hamba dengan Tuhannya, maka zakat menunjukkan sikap hubungan sosial (kedermawanan sosial). Allah swt juga telah menegaskan agar hidup ini selalu memperhatikan dua jenis hubungan yaitu hubungannya dengan Allah sebagai Pencipta dan hubungan antar sesama manusia. “Kehinaan ditimpakan kepada mereka di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia (Q.S. Ali Imran: 112). Bukti seseorang membangun harmonisasi hubungan dengan Tuhan adalah taatnya menjalankan ibadah shalat dan hubungan seseorang dengan sesamanya adalah menunaikan zakat.

Dilihat dari aspek tujuan kewajiban zakat yakni: menolong orang lemah yang membutuhkan, membersihkan dari sifat-sifat tamak atau rakus terhadap harta dan sekaligus menyucikan diri dan harta dari dosa atau noda. Tetapi tujuan terpenting dan terluhur dari kewajiban zakat menurut Yusuf al-Qardhawi adalah “memperingatkan kepada manusia agar dirinya (manusianya) memiliki nilai yang lebih tinggi dan berharga dari harta yang dimilikinya sehingga ia menjadi tuannya harta daripada menjadi budaknya harta. Jika ini yang dipahami maka semua sifat dan tingkah laku berupa: kikir, tamak, cinta berlebihan, boros, dan yang negatif dari pemanfaatan harta akan ditinggalkan oleh pemiliknya.

Kikir, bakhil, tamak membuat sang pemilik enggan mengeluarkan sebagian dari harta miliknya. Padahal Rasulullah saw pernah menekankan “Takutlah kamu sekalian pada sifat kikir, sesungguhnya rusaknya umat sebelum kamu karena sifat kikir ini (H.R. Abu Daud & an-Nasa’i). Solusinya agar tidak tercap sebagai orang kikir dan bakhil adalah tunaikan zakat untuk tazkiyyatun nafs (penyucian hati dan jiwa).

Tazkiyyatun nafs dalam kajian Tasawuf dianggap sebagai cara untuk menggapai taqwa atau dekat kepada Allah swt melalui proses penyucian jiwa dan diri secara total. Jiwa dan diri manusia banyak bersarang perbuatan-perbuatan tercela yang menjadi sebab manusia jauh dari Allah swt. Tazkiyyatun nafs dapat dipahami sebagai cara menyucikan jiwa dan hati dari perbuatan syirik serta derivatifnya antara lain: riya, sombong, kikir, ghibah, namimah, ujub, dan sifat tercela lainnya. Kemudian berusaha mengimplementasikan nilai-nilai ketauhidan serta seluruh sifat positif yang diturunkannya seperti: ikhlas, sabar, syukur, takut, khauf dan raja’, ridha, zuhud, taubat, tawakkal, dan lainnya. Implikasinya, manusia akan berperilaku sebagaimana sifat Tuhan dalam kapasitasnya sebagai seorang hamba yang dilandasi oleh keikhlasan serta penghambaan kepada-Nya dengan penuh ketaatan. Inilah yang dimaksudkan dengan pernyataan Allah swt: ” Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (Q.S. al-Zariyat: 56).

Hubungannya dengan kewajiban menunaikan zakat adalah “pada harta yang dimiliki seseorang”. Baik zakat fitrah maupun zakat mal keduanya-duanya bernilai harta. Manusia sesungguhnya mempunyai karakter dan perhatian terhadap harta yang sangat besar yang justru dapat mencelakakannya apabila salah dikelola. Perhatikan peringatan-peringatannya dalam al-Qur’an, antara lain: a) kecenderungan mencintainya dengan kecintaan yang berlebihan (Q.S. al-Fajr: 20); b) suka mengumpulkan dan bahkan sering menghitung-hitungnya (Q.S. al-Humazah: 1-3); c) bahkan merasa bangga apabila memiliki harta yang banyak dan merasa sedih apabila ditimpa kekurangan (Q.S. al-Hadid: 20); dan d) bersikap kikir dari hartanya sehingga sulit untuk menginfakkan di jalan Allah atau menafkahkannya sesuai tujuan pemberi harta itu (Q.S. Ali Imran: 180); “Dan adalah manusia itu sangat kikir (Q.S. al-Isra’: 100); dan “Manusia itu tabi’atnya kikir (Q.S. al-Ma’arij: 21).

Ayat-ayat tersebut sesungguhnya mengandung pesan moral bagi manusia, kiranya seluruh sifat buruk manusia yang disebabkan karena harta (termasuk mementingkan untuk dirinya sendiri) mengakibatkan azab di kemudian hari (akhirat) dengan cara dikalungkan di lehernya akibat dari kekikirannya; padahal hakikat yang sesungguhnya dari harta bagi manusia hanya seberapa banyak yang dinafkahkan di jalan Allah swt. Pencapaian harta harusnya dijadikan sarana mendekatkan diri kepada Allah swt.

Adanya kewajiban zakat menjadi salah satu langkah atau wasilah (media) untuk proses penyucian jiwa, hati, dan diri manusia. Mengeluarkan zakat esensinya mengeluarkan sifat dan karakter kikir, bakhil, egois yang bersarang dalam tubuh manusia. Zakat menjadi sarana yang efektif untuk tazkiyyatun nafs dari keseluruhan sifat tercela dari harta. Orang yang selalu berzakat apalagi ditambah dengan sedekah sunnah lainnya akan menjadikan hati dan jiwa suci bersih. Perhatikan pernyataan Allah swt: “Akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa, yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (diri dari sifat kikir dan tamak) (Q.S. al-Lail: 17-18). Hal senada juga telah dijelaskan pada surah al-Taubah ayat 103: Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Menyucikan dimaksud dalam tafsir Kementerian Agama dipahami sebagai “membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebihan terhadap harta”. Tazkiyyah pada ayat ini menunjukkan sesuatu menjadi tumbuh dan berkembang yakni berlimpah kebaikan dan keberkahan yang dipastikan datangnya dari Allah swt sebagai pemilik segala nikmat dan rezki di alam semesta ini.

Zakat selain memurnikan tabiat egois terhadap harta, juga menumbuhkan tabi’at pengorbanan dan kedermawanan. Karakter saling menolong, pemberian jaminan sosial, saling mendukung secara ekonomi, mengeluarkan kefakiran adalah bukti kemurahan hati dari yang mengeluarkan zakat. Hanya mereka yang mempunyai hati, jiwa, dan raga dalam kondisi suci bersihlah yang secara spontan mengimplementasikan nilai ajaran kemanusiaan yang luar biasa ini yakni zakat. Oleh sebab itu, menunaikan zakat (fitrah maupun mal) menjadi maqam (tangga) seseorang membersihkan diri dari segala jenis keburukan yang dilakukannya dan menggantikannya dengan amal shaleh. Menunaikan zakat menjadi wadah pendidikan melatih diri untuk menandingi fitnah harta dan fitnah dunia dengan mempersiapkan jiwa untuk menyerahkan harta miliknya semata karena menuruti perintah Allah untuk meraih ridha-Nya.

Berusahalah meraih harta sebanyak mungkin, tetapi janganlah tanamkan egoisme dan terbelenggu karena harta; melainkan jadikan ia sebagai wasilah (media) untuk memurnikan hati, jiwa, diri melalui penunaian zakat untuk selalu dekat kepada Allah swt sebagai tujuan utama dalam hidup ini. Wallahul A’lam!

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles