AKTIVI-ID-Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dilaksanakan di sekolah setiap hari. Tentunya, MBG menyisakan sampah dan membuat jumlah limbah di Indonesia bertambah.
Menurut Dosen Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Mercy Bientri Yunindanova, SP MSi PhD, sampah sisa MBG dapat menjadi tantangan besar dalam manajemen limbah domestik.
Mercy menyebut perlu adanya konsep daur ulang sampah yang tepat. Pasalnya, MBG adalah program berkelanjutan dan jika sampah tak dikelola akan berdampak buruk bagi lingkungan.
“Tanpa sistem pengelolaan yang baik, limbah ini dapat menimbulkan masalah lingkungan seperti peningkatan volume sampah, emisi gas rumah kaca, serta pencemaran tanah dan air,” ujar Mercy dilansir dari laman UNS, Selasa (25/2/2025) dikutip dari detik.
Pemerintah Dapat Berkaca ke Jepang
Melihat potensi ini, Mercy menyarankan Pemerintah untuk berkaca pada sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Toyonaka, Jepang. Kota tersebut dalam sehari dapat menghasilkan limbah 1.000 kg plastik.
Mercy juga kebetulan menjadi bagian dari proyek pengelolaan sampah di sana sejak 2002. Dalam menghimpun sampah, pemerintah di Toyonaka membangun Green and Food Recycling Plaza.
Bangunan tersebut merupakan pusat pengelolaan dan edukasi soal daur ulang limbah organik. Kebanyakan limbah di sana merupakan sisa dari makan siang sekolah.
Olah Sampah Makan Siang Jadi Kompos
Green and Food Recycling Plaza dikelola oleh organisasi nirlaba Hanato Midori no Network Toyonaka. Organisasi tersebut mengolah limbah menjadi kompos dengan kualitas tinggi.
Kompos kemudian akan didistribusikan sebagai bahan perbaikan tanah untuk pertanian, penghijauan kota, hingga sekolah. Untuk membuat kompos tersebut, limbah dicampur dengan serpihan ranting pohon.
Sekolah Bisa Bentuk Fasilitas Pengomposan
Untuk melakukan pengelolaan sampah semacam ini, sekolah harus dapat memilah sampah organik dan anorganik. Sekolah dapat melibatkan guru dan siswa dalam pengolahannya sebagai bagian dari edukasi.
Kompos yang dihasilkan dapat ditebarkan ke taman sekolah sekaligus dalam mendukung penghijauan. Jika sampah terhitung banyak, maka sekolah bisa melibatkan pihak lain seperti komunitas, sektor swasta atau organisasi nirlaba.
“Mengadopsi konsep daur ulang seperti di Kota Toyonaka, Osaka, Jepang dapat membantu Indonesia mengantisipasi tantangan lingkungan dalam program MBG. Dengan strategi yang tepat, limbah yang sebelumnya menjadi masalah dapat diubah menjadi sumber daya yang bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat,” ujar Mercy.*