Oleh: Eka Rezky WR / (Aktivis Dakwah Muslimah)
Ketika seluruh kaum muslim sedang dengan khusu’nya menjalankan syaum Ramadhan, di sepuluh hari terakhir dan fokus menjalankan i’tikaf untuk mengejar pahala Lailatulqodar dengan suasana malam yang hening dan penuh ketenangan.
Tetapi hal seperti ini tidaklah dirasakan kaum muslim Palestina, Gaza. Mereka justru merasakan ketakutan yang sangat luar biasa. Penyerangan demi penyerangan dilancarkan oleh Israel baik dari darat maupun udara. Dan ketika kaum muslim negara lainnya bahagia menyambut hari kemenangan Idul Fitri, kaum muslim Palestina justru semakin dirundung kesedihan dan ketakutan.
Gaza kembali mengalami serangan bom. Serangan yang dilakukan pasca-gencatan senjata ini dilakukan siang dan malam saat Ramadan dengan kondisi yang jauh lebih buruk dan brutal.
Seperti dilansir dalam (antaranews.com,24/3/25) – Sedikitnya 41 warga Palestina tewas dalam serangan udara Israel di Jalur Gaza, sehingga jumlah korban tewas di wilayah itu sejak Oktober 2023 menjadi 50.021, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan pada Minggu (23/3). Jumlah korban yang tewas pada Minggu itu termasuk dua jasad yang ditemukan dari reruntuhan dalam 24 jam terakhir.
sebanyak 61 warga yang terluka telah dibawa ke rumah sakit, sehingga jumlah korban luka selama agresi militer Israel menjadi 113.274 orang. Sejak Israel melanjutkan serangannya pada 18 Maret, lebih dari 700 warga Palestina telah tewas dan lebih dari 1.200 lainnya terluka.
Juru bicara kelompok dakwah ideologis internasional di Palestina menggambarkan pada saat Gaza sedang dibom, penduduknya tidak punya apa-apa lagi untuk melindungi mereka dari sinar matahari, apalagi dari serangan udara dan tembakan artileri. “Ini adalah agresi yang oleh pemimpin penjahat Zion*s Yahudi sendiri digambarkan sebagai lebih keras dan lebih brutal dari sebelumnya, yang mendapatkan lampu hijau dari Trump, sebagaimana dilaporkan oleh Wall Street Journal,” ucapnya.
Ia menilai, agresi tersebut menjadi perang tirani Tentara Salib-Zion*s Yahudi terhadap umat Islam selama Ramadan yang penuh berkah. Selain itu, ia mengkritisi para mediator, baik Arab maupun asing, yang tidak berbuat apa pun untuk Gaza. “Kondisi saat ini makin memperjelas bahwa mereka tidak lebih dari sekadar mediator bagi musuh yang berupaya mengamankan pembebasan tawanan Yahudi dan lebih menghargai mereka daripada rakyat Gaza,” cetusnya.
Sampai saat ini konflik Israel-Palestina tidak menemukan titik terang atau solusi yang mampu menyelesaikan permasalahan diantara keduanya. Berkal-kali permasalahan ini menjadi perhatian bahkan dirundingkan dalam lembaga sekelas PBB namun nyatanya tak kunjung berakhir. Setiap tahun berulang kali pula masyarakat palestina selalu menyambut Ramadhan dengan suasana yang mencekam.
Genjatan senjata pun bukan solusi untuk konflik panjang antara Israel-Palestina, berulang kali pula genjatan senjata disepakati antara kedua belah pihak. Namun selalu dikhianati oleh militer Israel sehingga penyerangan terus dilakukan ke wilayah Palestina, Gaza. Sejatinya Israel hanya paham bahasa perang bukan bahasa perdamaian. Mereka haus dengan darah rakyat Palestina, Gaza lantaran ambisius mereka ingin diakui dunia keberadaannya dan merebut tanah suci Palestina.
Solusi Palestina bukan hanya sekedar kecaman dari pemimpin negeri kaum Muslim. Palestina butuh kemerdekaan atas negeri mereka yang terjajah. Mereka menginginkan keamanan dan ketentraman hidup di Tanah Air mereka.
Penderitaan muslim Palestina berlangsung di depan mata, tanpa ada yang mampu menolong. Apalagi para penguasa Muslim sudah terbelenggu dengan ikatan Nasionalisme. Ikatan Nasionalisme telah membuat sekat-sekat dalam diri umat, Nasionalisme merupakan faham barat yang membuat negeri Muslim terpecah belah menjadi beberapa negara.
Konsep Nasionalisme telah dipegang erat dan menjadi peninggalan pemahaman yang sukses dari para penjajah. Nasionalisme dalam artian penduduk diluar dari negaranya berati bukan menjadi tanggung jawabnya. Maka tidak heran lagi, jika tidak ada negara yang peduli atau bahkan yang mampu menurunkan militernya untuk membantu etnis muslim yang tertindas di negeri lainnya.
Negara antar negara memiliki batas kewenangan, sekat antar negara membatasi gerak antar muslim untuk menolong saudaranya tertindas, kuatnya militer hingga canggihnya persenjataan menjadi tidak berguna untuk membebaskan saudara seakidah. Semuanya karena satu konsep yang bernama Nasionalisme.
Ditambah lagi perjanjian rahasia dengan penjajah dan pendukungnya. Sebagaimana Indonesia yang jelas mayoritas negeri muslim tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa mengecam dan mengutuk perbuatan Israel dan ini sama sekali tidak menjadi solusi. Ini disebabkan adanya hubungan kedekatan antara Indonesia dan para pendukung penjajah. Sebut saja AS yang banyak menjalin kerjasama dengan Indonesia mulai dari kesepakatan kerja perdagangan, sektor penerbangan, pertahanan sampai pada investasi.
Sejak runtuhnya Khilafaah pada tahun 1924 negeri Muslim terkotak-kotak dan terpecah belah yang mengakibatkan kurangnya rasa persatuan dalam diri kaum Muslim sehingga tidak merasa bahwa umat adalah ibaratkan satu tubuh, jika satu bagian tubuh yang sakit maka semua akan merasa sakit. Kekuasaan pemerintah harus bertindak untuk mengakhiri penderitaan mereka, jika dunia Islam terus berdiam diri dan membiarkan hal ini terjadi maka Genosida ini akan terus berlanjut.
Kaum muslim harus bersatu mencabut entitas Zion*s kriminal sepenuhnya, membebaskan bumi dari kejahatannya, dan mengembalikan kegembiraan ke tanah Isra Nabi saw. setelah kesedihannya sebagaimana Allah berfirman dalam QS At-Taubah: 38, “Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu, ‘Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah’ kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.”
Ramadhan semestinya membuat umat makin bersemangat untuk mewujudkan kemuliaan umat dan persatuan hakiki di bawah naungan Islam. Sebagaimana umat butuh pelindung aqidah, umat butuh kepemimpinan yang kuat. Hanya Islam yang memiliki kepemimpinan yang tegas dan tanpa sekat. Karena Islam mengharamkan penganiayaan dan penyiksaan dan pembunuhan terhadap sesama makhluk. Islam menjamin kesejahteraan umat, Islam melindungi nyawa, jiwa dan harta umat. *