Oleh: dr. Sakinatul Qulub, S. Ked (Kepala Klinik Rumah Sehat Baznas Palu)
Ramadhan merupakan bulan mulia bagi umat islam, secara khusus Allah menyebutkan Ramadhan didalam al-qur’an yakni “bulan Ramadhan adalah bulan yang didalamnya diturunkan al-qur’an sebagai petunjuk umat manusia.. QS- Al Baqarah ayat 185”.
Hal ini kemudian menjadi penguat bahwa al-qur’an merupakan “bayyinah” atau bukti bagi umat islam dimana didalamnya terkandung petunjuk, dan petunjuk ini hanya bagi orang yang beriman, sedangkan mereka yang tidak beriman atau tidak meyakini adanya ALLAH tidak perlu menjadikan kitab suci al-qur’an sebagai petunjuk.
Berangkat dari rukun iman yang pertama didalam islam yakni meyakini adanya sang pencipta, secara mutlak mewajibkan umat islam untuk meyakini bahwa al – quran adalah Kompas mereka dalam menjalani kehidupan.
Sayangnya, fakta yang terjadi hari ini banyak sekali dari lapisan masyarakat kaum muslimin yang tidak menggunakan islam menjadi pedoman hidupnya. Bagaimana kehidupan hari ini begitu menghimpit mulai dari ekonomi yang sulit, ditambah lagi dengan adanya perjudian, pinjol, hingga pembunuhan, membuktikan bahwa apa yang terkandung didalam al-qur’an tidak mengejawantah di dalam diri kaum muslimin.
Hal ini sebenarnya telah diungkapkan di dalam Kitab At – Tafkir Karangan Syaikh Taqi An- Nabhani dimana beliau menyebutkan, banyak hari ini anak- anak kaum muslimin begitu piawai dalam menghafal qur’an yang bahkan melebihi kemampuan imam malik, namun kenapa banyak yang tidak bisa menjadi seperti imam malik.
Bahkan sebaliknya, bisa dilihat hari ini anak muda yang menjadi penghafal quran melakukan perbuatan keji bahkan hingga murtad. Jawaban sang penulis buku bahwa umat muslim hari ini tidak bisa memahami “nash” selayaknya imam malik bahkan sekelas imam syafii. Dikarenakan, mereka hanya menjadi al – quran sebagai hafalan semata tanpa bisa menangkap maksud dibalik ayat tersebut dan sampai mengamalkannya.
Sulitnya kehidupan umat islam saat ini diperparah lagi dengan hadirnya para ulama yang hanya menafsirkan “kandungan” al-quran berdasarkan kepentingan yang ingin mereka raih. Tersebut salah satu tokoh, yakni Ibu Musda Mulia yang merupakan akitivis hak perempuan, dimana beliau menafsirkan kandungan al – quran berdasarkan tafsir gender. Dalam satu diskusi beliau menyebutkan bahwa didalam al-quran, kita hanya dilarang menikah dengan orang kafir, kafir menurut beliau adalah menutup rahmat allah, bisa dibilang dia adalah cover, yang mana artinya menutupi.
Sebuah kesalahan besar ketika menafsirkan al-quran hanya berdasarkan subjektivitas semata, yang kedepan bisa kita ketahui dampaknya akan begitu luas dan merusak. Maka, modal meng-install islam di dalam diri dan kehidupan, tidak hanya bisa memahami tajwid, tidak hanya bisa memahami bahasa arab, namun juga menemukan guru yang tepat dalam menuntun kita dalam memahami al-quran.
Ramadhan dikatakan bulan mulia bukan hanya karena banyaknya kebaikan yang berhimpun dibulan ini, tapi juga dikarenakan Al-Quran pertama kali turun di bulan ini.
Maka, tahapan dari mengkristalnya al quran di dalam diri bukan hanya sekedar, membaca hingga menghafal al-quran tetapi bagaimana al-quran bisa diterapkan secara utuh apa yang terkandung didalamnya.
Bagaimana misalnya ayat yang menyatakan soal penggunaan kerudung “hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka agar mereka mudah dikenal sehingga tidak mudah diganggu” hal ini kemudian menjadi penegas bahwa umat islam akan mudah dikenali dan tidak mudah diganggu karena penggunaan kerudung yang mana diperintahkan kepada para wanita muslim. Lebih jauh lagi bahkan ayat yang menyebutkan tentang bagaimana perbedaan jual beli begitu dihalalkan oleh Allah dan diharamkannya riba, namun bagaimana transaksi itu begitu bebas terjadi hari ini dengan berbagai alasan yang muncul di tengah masyarakat.
Maka, bulan Ramadhan kali ini mari jadikan al-quran tidak hanya sekedar target yang harus kita tuntaskan di dalam bulan ini, bukan hanya sekedar berapa banyak juz atau surat yang kita hafal. Tapi mulailah memahami dan berusaha untuk mengamalkan ayat yang terkandung didalam al-quran. Dalam Surah Ibrahim ayat 24-25 disebutkan bahwa kalimat yang baik yakni kalimat tauhid itu ibaratnya seperti pohon yang baik, yang akarnya menjulang ke langit, yang menghasilkan buahnya setiap saat atas izin Allah.
Seperti itulah perumpamaan seorang muslim yang segala hal masuk dalam tubuhnya sebuah kebaikan dan buahnya menghasilkan kebaikan, bagaimana mungkin bisa menghasilkan kebaikan jika dirinya tidak “connect” dengan apa yang terkandung dalam “manual book” kaum muslimin yakni Al-quran?.
Bagaimana bisa menghasilkan masyarakat yang selalu melakukan kebaikan jika masyarakatnya tidak bersama-sama menerapkan kandungan di dalam Al-Quran, bahkan lebih luas lagi, bagaimana sebuah negeri akan mendatangkan seperti didalam penggalan ayat al quran yakni “ negeri yang baik dan tuhan maha pengampun” jika pemimpinnya tidak berusaha menerapkan kandungan al quran secara utuh ?. Maka mari mulai dari diri kita, hingga nanti secara beramai-ramai kita menerapkan kandungan Al-Quran secara utuh. Wallahu a’lam bisshawab. ***