17.1 C
New York
Selasa, Juni 17, 2025

Buy now

spot_img

MANUSIA HIDUP MELEWATI TIGA WAKTU (Sebuah Renungan Berkelanjutan)

Tahun Masehi 2024 telah berlalu dan saat ini telah berada di awal tahun 2025. Ragam kegiatan dilakukan manusia dalam rangka menyambut pergantian tahun; tetapi patut digaris bawahi bahwa peringatan penyambutan itu sebenarnya hanya sebagai sarana menuangkan kegembiraan; bukanlah yang esensi. Sebab yang esensi dari peringatan itu adalah hidup kita telah mengalami pengurangan. Agar tidak sia-sia hidup dimasa berikutnya mari bersama pahami esensi kehadiran waktu bagi manusia.

Dunia yang di tempati manusia saat ini laksana sebuah terminal. Mobilitas dan lalulintas di dalamnya tak pernah sepi sampai batas berakhirnya yang ditandai dengan terjadinya hari Qiamat. Di terminal ini, masa menunggu seluruh penumpangnya tidak lama kisaran 60-70 tahun. Jika ada yang lebih dari masa itu; menunjukkan masalah teknis semata atau juga bisa menjadi bonus baginya agar puas menikmati hiruk pikuk di terminal.  Yang pasti dan menjadi tujuan utama yakni menuju terminal terakhir itulah yang disebut “kehidupan akhirat”.

Untuk mendorong mempersiapkan bekal kehidupan akhirat yang baik, perlunya melakukan perhitungan yang tepat tentang waktu. Menurut Mushthafa Bisri bahwa dunia itu hanya tiga hari semata: hari kemarin, hari ini, dan hari besok.

Hari kemarin adalah dianggap masa lalu yang sebenarnya penuh dengan memori hidup. Kemarin filosofinya memiliki peran penting dalam pembentukan kepribadian manusia disebabkan oleh adanya memori yang tersimpan dalam perjalanan hidupnya. Sementara memori itu sendiri sesuatu yang mengantarkan manusia melakukan koreksi dan instrospeksi kepribadiannya. Meminjam bahasa Henri Bergson (Filusuf Perancis) bahwa waktu itu merupakan kontinuitas pengalaman yang terekam dalam memori; karena itu apa yang dialami dan dirasakan masa sebelumnya benar-benar tidak akan pernah hilang dan akibatnya dapat mempengaruhi tindakan dan keputusan untuk melakukan sesuatu. Ad bahkan filusuf yang berpandangan bahwa kehidupan kemarin dipenuhi dengan penderitaan yang tak terelakkan yang ditandai adanya penyesalan dan kesedihan. Namun semua itu harusnya dijadikan renungan untuk belajar menghargai masa lalu kemudian membuat komitmen untuk lebih baik di hari berikutnya.

Hari kemarin termasuk akumulasi seluruh waktu yang digunakan sampai tibanya “hari ini”. Semakin lama kita meninggalkan hari kemarin, maka catatan memori yang berisi ragam pengalaman dan amalan terekam dengan baik. Mungkin kita dapat melupakan sebagian tindakan kita pada hari kemarin dan tidak dapat mengingat kembali; tetapi yang patut diketahui bahwa “seluruh amal perbuatan: baik ataupun buruk” telah tercatat dengan rapi di catatan harian manusia yang telah disiapkan Allah swt: “Setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya. Pada hari Kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab yang dia terima dalam keadaan terbuka.  (Dikatakan,) “Bacalah kitabmu. Cukuplah dirimu pada hari ini sebagai penghitung atas (amal) dirimu” (Q.S. al-Isra: 13-14). Oleh sebab itu, tidak ada agenda yang terbaik untuk peringati hari kemarin kecuali menjadikan bahan renungan dan koreksi untuk perbaikan amalan di hari berikutnya.

Hari ini, waktu yang sementara atau sedang dijalani manusia. Perjalanan waktu hari ini begitu singkat, tetapi sangat menentukan kesuksesan hidup masa berikutnya. Mengutip pendapat Jean Paul bahwa kehidupan yang otentik dan hakiki hanya dapat dicapai apabila manusia menyadari dan menghadapi kenyataan sekarang ini. Hari ini merupakan medan dimana kita sendiri bebas memilih untuk menentukan sikap, siapa diri kita, dan apa yang harus kita lakukan. Waktu berjalan tak henti sementara setiap momen yang berlalu tidak akan kembali atau terulang lagi. Karena itu, hari ini harus melahirkan usaha yang lebih baik dari hari kemarin. Nabi Muhammad saw telah mengingatkan bahwa: “man kaana yaumuhu khairan min amsihi, fahuwa raabih= barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah orang tergolong orang yang beruntung” (H.R. al-Hakim).

Hari besok, merupakan hari yang akan dihadapi dan dijalaninya berikutnya. Besok adalah waktu yang manusia tidak akan tahu apa dan bagaimana yang terjadi. Hari besok itu termasuk kehidupan akhirat. Kehidupan inilah yang seyogyanya menjadi tujuan akhir dari seluruh rangkaian lawatan manusia dipermukaan bumi. Kehidupan akhirat kehadirannya suatu kepastian.

Hari besok termasuk waktu yang bisa memberi harapan, tetapi juga menjadi ketidakpastian. Hampir dipastikan bahwa setiap manusia selalu mengharapkan masa depan menggapai kebaikan, manfaat, sukses, atau sesuai harapannya. Di sisi lain, hari besok bisa menjadi dilema disebabkan apakah setiap yang diusahakannya membuahkan hasil; belum tentu. Kenapa demikian, karena memang manusia pada dasarnya hanya diperintahkan untuk berikhtiar, tetapi hasil akhirnya tidak lepas dari kehendak Yang Maha Kuasa atas makhluk-Nya.

Yang terpenting menghadapi hari besok, manusia tetap membuat perencanaan: “Hai sekalian orang beriman bertaqwalah kepada Allah dan memperhatikan persiapan hari besoknya (Q.S. al-Hasyar:18). Lanjut ditekankan oleh Rasulullah saw: “gunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu; gunakanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu; gunakanlah masa sempatmu sebelum datang masa sempitmu; gunakanlah masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, dan gunakanlah masa hidupmu sebelum datang masa matimu.” penekanan antara ayat dan hadits tersebut adalah program kerja yang berorientasi masa depan sebagai cara memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin.

Sekjen Majelis Ulama Indonesia mengatakan bahwa mengubah masa depan lebih baik diperlukan tiga hal: pertama: ikhtiar yang terencana, tearah, terukur agar kehidupan kita lebih baik dari hari sebelumnya; kedua: ikhtiar yang baik harus diikuti didasarkan atas doa yang memotivasi masa depan; ketiga: kemampuan manusia melakukan ikhtiar, doa-doa, akhirnya harus ditutup dengan tawakkal (berserah diri) kepada Tuhan Yang Maha Memiliki Segalanya.

I’tibarnya: manusia perlu menyadari dan menghargai setiap dimensi waktu tersebut yang diikuti dengan usaha menjalaninya secara seimbang sehingga kehadiran waktu sangat memberi makna. Ketika waktu bersamanya bukan sekedar dijalani sebagaimana berjalannya waktu; melainkan berusaha untuk menemukan makna dari setiap waktu yang dijumpainya. Dengan demikian kehadiran waktu sesungguhnya telah memotivasi kepada manusia untuk terus belajar dan belajar, merenung dan merenung, muhasabah dan bermuhasabah; sehingga akhirnya melahirkan keinginan berkembang dimana setiap hari yang ada menjadi kesempatan melahirkan produktivitas positif dan bijaksana; meningkatkan kesadaran akan kelemahan yang dimilikinya; sehingga tidak melupakan Tuhan sang Maha Penciptanya.

Catatan peringatan kembali: “dunia ini adalah panggung sandiwara, yang di dalamnya penuh dengan berbagai aneka hiasan yang bisa mempesonakan manusia; bila tidak dimanfaatkan dengan sebaik mungkin pada amal kebaikan, maka kehadirannya menjadi jebakan yang menjerumuskan ke dalam penyesalan. Oleh karena itu belajar dari memori tahun sebelumnya untuk berinovasi lebih baik demi meraih sukses masa depan dunia akhirat. Wallahul ‘Alam ! 

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles