AKTIVI.ID-Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang setiap tanggal 2 Mei dirayakan secara nasioanal, perayaan tersebut diminta tidak sekadar seremoni, namun harus menjadi momentum melakukan refleksi dan memandang dunia dengan jujur kemana arah pendidikan bangsa ini melangkah.
Hal tersebut disampaikan Rektor Untad, Prof. Dr. Ir. Amar, ST., MT saat membacakan sambutan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia, Prof. Brian Yuliarto, pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2025, di Halaman Upacara Untad.
Katanya, dunia saat ini tengah menghadapi tantangan luar biasa. Tantangan-tantangan ini dikenal sebagai masalah canggung (wicked problems), masalah global yang kompleks, saling terkait, dan tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara biasa. Seperti krisis iklim, ketimpangan ekonomi, revolusi digital, krisis kepercayaan sosial, serta disrupsi nilai dan pekerjaan akibat kecerdasan buatan. Semua itu sebutnya, menuntut untuk berpikir ulang, dan bertindak bersama.
Di tengah semua itu sebutnya, pendidikan adalah jawaban paling mendasar dan paling strategis. Pendidikan bukan sekadar tempat belajar. Tapi juga sebagai jantung peradaban, ruang di mana akal, karakter, dan masa depan bangsa dibentuk. Sekaligus itu adalah tempat lahirnya kesadaran dan kolaborasi, dua hal yang sangat dibutuhkan negara hari ini.
Namun disisi lain, pendidikan tidak bisa dikerjakan sendiri. Pemerintah membutuhkan dukungan dari masyarakat. Sekolah memerlukan sinergi dengan keluarga. Kampus harus terhubung erat dengan dunia usaha dan komunitas. “Kolaborasi adalah kunjinya, tidak bisa hanya berdiri sendiri,” sebut Prof Amar, membacakan sambutan menteri.
Lebih lanjut Prof Amar mengatakan, pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang bangsa. Karena itu, perhatian terhadap sektor pendidikan terus diperkuat, bukan hanya dalam retorika, tetapi dalam kebijakan nyata yang relevan dan tepat sasaran.
Pemerintah hadirkan program Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggulan Garuda untuk menjangkau anak-anak dari berbagai latar sosial. Memperluas akses beasiswa, dari Kartu Indonesia Pintar (KIP), KIP Kuliah, LPDP, hingga beasiswa riset dan inovasi di dalam dan luar negeri. Kebijakan pemerintah memastikan tidak ada pengurangan anggaran untuk berbagai program beasiswa ini.
“Pemerintah terus mendorong Wajib Belajar 13 Tahun untuk memastikan bahwa setiap anak Indonesia memiliki akses pendidikan yang layak,”sebutnya.
Selain itu, di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi juga sebutnya percaya bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berdampak. Untuk mewujudkan itu, perlu dijalankan lima perilaku utama, Pertama, fokus pada hasil (outcome) dan dampak (impact). Kedua, riset dan inovasi harus menjawab masalah nyata. Ketiga, ilmu pengetahuan atau sains harus menjadi solusi sosial-ekologis. Keempat, hilirisasi riset untuk kesejahteraan. Kelima, evaluasi yang akuntabel dan terbuka.
“Transformasi pendidikan tidak bisa ditunda. Karena pendidikan hari ini adalah wajah Indonesia di masa depan. Wajah masa depan itu akan ditentukan oleh seberapa kuat kita membangun kolaborasi lintas sektor, lintas generasi, lintas disiplin, dan lintas ekosistem,”tegasnya.*