AKTIVI.ID-Akhir-akhir ini ramai jadi perbincangan masyarakat baik di sosial media hingga di tengah-tengah masyarakat Kota Palu terkait buaya yang menjadi permasalahan di pesisir pantai Talise, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Pasalnya, buaya yang termasuk jenis buaya muara (Crocodylus Porosus) tersebut kian agresif menyebabkan ketenteraman para nelayan maupun penikmat olahraga renang di pesisir pantai Talise Kota Palu terganggu. Diantaranya pada akhir Maret 2025 salah seorang warga yang berenang tewas diterkam buaya. Bukan hanya itu, di tahun 2020 juga kejadian serupa terjadi pada salah seorang warga yang ketika berada di tepi laut pantai Talise diterkam buaya hingga tangan korban tersebut nyaris putus.
Namun di sisi lain, perlindungan atau pelestarian buaya juga perlu mendapat perhatian agar sumber daya alam hayati tersebut tidak termajinalkan. Misalnya baru-baru ini seekor buaya ditemukan mati tidak jauh dari kawasan Swiss-Belhotel Palu, Sulawesi Tengah, pada Minggu pagi, 20 April 2025. Hal ini tentu sangat memprihatinkan terkait sumber daya alam hayati yang sebenarnya memiliki nilai Komoditas bagi pengembangan daerah apabila dibudidaya secara layak dan wajar.
Hal ini menarik simpati dari salah satu Ormas Islam yakni Pelajar Islam Indonesia Sulawesi Tengah. Opick Delian Alindra S.H selaku Ketum PW PII SULTENG berpendapat terkait Buaya yang kian meresahkan warga Kota Palu. Agar dapat dibudidayakan secara wajar. “Buaya tersebut perlu dikhususkan penangkarannya untuk dibudidayakan baik menjadi sumber komoditas bagi daerah dalam bidang pariwisata alam hayati, atau produk sandang dari hasil pemanfaatan budidaya buaya,” sebutnya melalui media WhatsApp, Senin (21/4/2025).
Namun hal tersebut kata Opick, sepertinya belum dapat dikehendaki oleh pemerintah, karena regulasi yang mengatur tentang perlindungan hewan dalam hal ini buaya muara tidak dapat dilangsungkan. Misalnya seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999, dan regulasi lain yang mengatur batasan tentang larangan membunuh satwa liar atau mengeksploitasi buaya. “Maka terkait UU yang berfokus pada perlindungan satwa liar perlu adanya pengkajian kembali oleh DPR RI di pusat. Aspirasi ini tentu bukan hanya datang dari masyarakat, tapi perlu juga keselarasan antara pemerintah Kota Palu dan Pemerintah Provinsi Sulteng,”ujar Opick.
Kondisi ini kata Opick harus bisa mnedapat perhatian serius oleh piahk terkait, agar jangan sampai justru manusia menjadi objek eksploitasi oleh buaya muara yang kurang diperhatikan nasib hidupnya di alam habitatnya. Disebabkan habitatnya yang sudah terganggu oleh para pihak yang tidak bertanggung jawab menjaga habitat sumber daya alam hayati.*