Oleh : Kasman Jaya Saad/ Dosen Unisa Palu
Hari selasa kemarin (10/5/25), kembali Presiden Probowo dalam Rapat Terbatas mengingatkan para menterinya soal akselerasi penangangan sampah. Akselerasi yang dimaksud adalah percepatan, perluasan, dan pendalaman upaya pengurangan serta pengelolaan sampah secara sistematis dan berkelanjutan. Sampah telah menjadi salah satu tantangan utama dalam pembangunan berkelanjutan di republik ini.
Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia melaporkan bahwa negeri ini menghasilkan sekitar 68,5 juta ton sampah per tahun, dengan sekitar 60% di antaranya berasal dari rumah tangga (KLHK, 2024). Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 7,5% yang berhasil didaur ulang. Ketidakseimbangan antara produksi dan pengolahan sampah menjadi ancaman nyata bagi kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Bagaimana dengan Kota Palu, kondisi itu tidak jauh berbeda. Produksi sampah yang terus meningkat setiap tahunnya tidak sebanding dengan kecepatan pengelolaan dan pengolahannya. Peningkatan jumlah penduduk, push-pull urbanisasi, konsumsi yang tidak terkontrol dan persepsi masyarakat urban yang negatif tentang sampah menjadi penyebab utama peningkatan volume sampah di Kota ini. Kondisi ini menuntut adanya akselerasi dalam penanganan sampah, bukan hanya dalam konteks pengelolaan teknis, melainkan juga dari sisi regulasi, edukasi, dan inovasi.
Bila ditelisik lebih jauh permasalahan utama dalam penanganan sampah di kota ini terletak pada minimnya sistem pemilahan di sumber (rumah tangga khususnya). Sebagian besar masyarakat urban belum memiliki kesadaran dan kebiasaan untuk memilah sampah berdasarkan jenisnya (organik, anorganik, B3). Padahal, pemilahan di sumber adalah langkah awal yang krusial dalam sistem pengelolaan yang efisien.
Bagi sebagian masyarakat urban juga, masih menganggap membuang sampah artinya selesai, padahal itu justru awal dari rangkaian masalah jika tidak dikelola dengan benar. Aspek terkait keterbatasan infrastruktur pengelolaan sampah yang ramah lingkungan adalah masalah lain. Dari 186 ton/hari sampah yang dihasilkan, hanya 142ton/hari yang bisa diangkut, sisanya menjadi timbulan sampah (DLH 2024). Di sisi lain, praktik daur ulang dan pemanfaatan sampah sebagai sumber daya masih belum optimal. Potensi ekonomi dari daur ulang sampah di Kota ini dapat mencapai ratusan juta rupiah per tahun. Namun, potensi ini belum dimanfaatkan secara maksimal karena kurangnya sistem pengumpulan dan pengolahan yang efektif.
Penanganan sampah yang lambat tidak hanya berdampak pada estetika kota, tetapi juga menimbulkan masalah serius, seperti: Pencemaran lingkungan dan bencana ekologis. Sampah yang tidak terkelola mencemari sungai dan laut. Perairan Teluk Palu telah tercemar mikroplastik (ESN,2023). Dan kota ini bila habis hujan lebat, terlihat begitu banyak sampah berserakan hingga menutupi sebagian badan jalan. Peningkatan volume sampah akan terus bertambah seiring peningkatan aktivitas masyarakat urban dengan perilaku konsumtif yang tinggi, diperparah dengan ketergantungan masyarakat urban hanya pada pemerintah, miskin partisipasi.
Strategi Inovatif
Akselerasi penanganan sampah bukan sekadar isu teknis, melainkan bagian dari tanggung jawab kolektif seluruh komponen masyarakat urban. Keberhasilan dalam mengelola sampah akan menentukan kualitas hidup masyarakat dan keberlanjutan lingkungan kota di masa depan. Pendekatan berbasis teknologi, inklusi sosial, regulasi yang kuat, serta partisipasi aktif masyarakat urban adalah kunci untuk mengatasi tantangan ini. Dengan komitmen bersama, kota ini tidak hanya dapat keluar dari krisis sampah, tetapi juga dapat menjadi contoh dalam inovasi pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
Beberapa strategi inovasi akselarsi pengelolaan sampah yang perlu dilakukan adalah edukasi dan inkulsi sosial. Pendidikan lingkungan harus dimasukkan dalam kurikulum sekolah dasar dan kegiatan komunitas. Pelibatan komunitas melalui kelurahan bersih berbasis pengelolaan sampah, dan insentif komunitas memilah sampah dapat meningkatkan kepedulian lingkungan masyarakat. Kemitraan multifihak perlu segera dilakukan antara pemerintah kota, swasta, dan LSM. Selain itu diperlukan penegakan hukum yang lebih ketat terhadap pelanggaran lingkungan dan kebersihan kota serta pemberian insentif bagi industri dan komunitas yang menjalankan prinsip zero waste. Regulasi pembatasan penggunaan bahan plastik (Perwali No.40 tahun 2021) adalah contoh yang efektif yang sudah dilakukan, dan perlu terus ditegakkan.
Selain itu perlu ditiru dan diterapkan sistem digitalisasi dan Smart Waste Management Teknologi digital seperti aplikasi pelaporan sampah yang dapat digunakan untuk memantau volume sampah, jadwal pengangkutan, hingga pemetaan TPA. Upaya inovasi harus terus dilakukan, sebagai strategi dalam akselerasi penanganan sampah di kota ini. Namun apapun, perlu kerja kolaborasi untuk semua itu.*