Muh Idil /Ketua Panitia Tanwir IMM 2025
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang akan berlangsung di Malang, 28–31 Oktober 2025 mendatang. Kegiatan nasional ini akan membawa tajuk “Energi Kolektif untuk Negeri”. Inilah forum terbaik bagi IMM untuk berhenti sejenak, sembari menimbang arah dan makna IMM di masa depan.
Pemilihan waktu dan tema tanwir ini jelas bukanlah persoalan administrasi belaka, melainka hasil penggalian filosofis dan sosiologis. Ketua Umum DPP IMM, Riyan Betra Delza, sengaja menautkan Tanwir dengan peringatan Sumpah Pemuda. Baginya, substansi energi kolektif untuk negeri telah terpatri dalam peristiwa 97 tahun silam, ketika kaum muda Indonesia memutuskan untuk berdiri sebagai satu bangsa. Pada saat itu, yang lahir bukan hanya ikrar tiga kalimat, melainkan kesadaran bersama bahwa kemerdekaan adalah tugas yang menuntut persatuan pikiran dan keberanian tindakan.
Energi Kolektif
Forsyth (2006) memaknai kolektivisme sebagai tradisi, ideologi, atau orientasi pribadi yang menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu. Dalam kerangka ini, komunitas dilihat sebagai unit utama realitas sekaligus pemegang standar nilai tertinggi, sehingga identitas dan tindakan seseorang kerap diukur dari kontribusinya bagi kelompok. Hoftede (2005) menambahkan bahwa kolektivisme memiliki sifat bipolar dengan individualisme. Semakin tinggi kecenderungan seseorang atau suatu budaya pada individualisme, semakin rendah derajat kolektivismenya. Relasi tarik-menarik ini membentuk spektrum nilai sosial yang memengaruhi cara masyarakat mengambil keputusan, memprioritaskan tujuan, hingga mengelola relasi antaranggota.
Dalam konteks kekinian, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) memerlukan kolektivitas sebagai daya pengikat yang mampu menyatukan energi organisasi. Ada sejumlah alasan yang membuat energi kolektif menjadi kebutuhan mendesak. Pertama, kolektivitas memungkinkan terjaganya keutuhan organisasi. Kesatuan yang terbangun dari semangat kebersamaan itu menjadi modal penting untuk menghimpun daya energi yang besar dalam menjalankan berbagai program dan kegiatan Ikatan. Sebaliknya, organisasi yang terjebak dalam riuh internal akan kehilangan produktivitas, sebab energinya habis terkuras oleh konflik yang berlarut dan tak terarah.
Kedua, melalui kolektivitas, tercipta kenyamanan dalam berorganisasi. Kenyamanan ini menjadi landasan bagi terlaksananya kegiatan organisasi dengan penuh kegembiraan. Para kader pun dapat berkontribusi dengan hati yang riang dan semangat yang menyenangkan (joyful). Sebaliknya, ketika kenyamanan itu sirna, organisasi akan terjebak dalam suasana yang diliputi kegelisahan, kebingungan, dan ketegangan, sehingga menggerus semangat kebersamaan yang menjadi ruh gerakan.
Ketiga, melalui kolektivitas, kemajuan organisasi dapat ditempuh secara produktif. Sebaliknya, keterbelahan di tubuh Ikatan akan membuat kader kehilangan fokus untuk bergerak maju. Suasana organisasi pun terancam terperangkap dalam kegelapan perpecahan, terjebak dalam kubangan pertikaian, serta tersandera dendam yang hanya akan menguras energi dan melelahkan semua pihak.
Bagaimana persatuan itu diwujudkan? Kuncinya terletak pada upaya menghilangkan kebencian, sikap destruktif, serta kepentingan pribadi yang berlebihan. Seluruh elemen di dalam Ikatan sepatutnya meneladani rumpun bambu: dapat bergesekan, namun tetap tegak dan padu.
Keragaman pikiran dan sikap adalah hal yang lumrah. Namun, perbedaan itu tidak boleh menjadi sumber kerusakan, melainkan harus dikelola secara produktif. Kader yang berada dalam struktur kepemimpinan tidak seharusnya menghindar dari konflik atau lari dari persoalan. Sebaliknya, mereka dituntut untuk mengelola perbedaan dan memikul tanggung jawab dalam menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi organisasi.
Membangun Negeri
Dalam cakupan yang lebih luas, semangat kolektivitas di tubuh IMM diarahkan bukan semata untuk memperkuat internal organisasi, tetapi juga untuk merespons tantangan kebangsaan sekaligus mengambil peran aktif dalam merancang masa depan negeri. Realitas hari ini menunjukkan, situasi Indonesia masih jauh dari kondisi ideal. Ketimpangan ekonomi, krisis iklim, disrupsi teknologi, polarisasi politik, hingga degradasi etika publik menjadi deretan persoalan yang menuntut perhatian serius. Mengurai dan mengatasi persoalan-persoalan tersebut tak mungkin dilakukan secara parsial; ia meniscayakan kebersamaan yang kokoh, kerja lintas batas, serta komitmen kolektif yang berkelanjutan.
Sebagai organisasi sosial yang memiliki jejak sejarah panjang dalam perjalanan bangsa, IMM dituntut untuk mengambil peran strategis, bukan sekadar berdiam di menara gading. Tantangan zaman mengharuskan IMM mengonsolidasikan kekuatan internal sekaligus membangun sinergi dengan berbagai pihak di luar organisasi. Dengan demikian, IMM dapat memastikan keberlanjutan kontribusinya, baik dalam lingkup persyarikatan, keummatan, maupun kebangsaan, serta menghadirkan dampak nyata di berbagai sektor kehidupan.
Tanwir IMM mendatang menjadi medium strategis untuk merumuskan arah dan memperluas dampak organisasi di masa depan. Dengan spirit Sumpah Pemuda, forum ini diharapkan menjadi titik awal dari rangkaian ikhtiar kolektif IMM dalam membangun negeri, memperkuat peran kebangsaan, dan meneguhkan komitmen pada cita-cita persatuan.