17.1 C
New York
Selasa, Juni 17, 2025

Buy now

spot_img

Rencana Pemerintah Kembalikan Penjurusan SMA Ditolak Para Guru

AKTIVI.ID-Rencana pemerintah untuk mengembalikan penjurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) mendapat penolakan dari para guru. Tidak relevannya kebijakan penjurusan di SMA dengan tantangan masa kini dan penerapan Tes Kemampuan Akademik (TKA) menjadi alasan penolakan dari para guru. Menteri Pendidikan Dasar Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti pada Maret lalu, alasan kembali diadakan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA adalah untuk menunjang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai pengganti Ujian Nasional (UN).

Pada TKA, nantinya yang akan diujikan adalah pelajaran yang biasanya dipelajari siswa. Oleh karena itu diperlukan adanya pengembalian jurusan IPA, IPS, dan Bahasa sama seperti beberapa tahun lalu. “TKA itu nanti berbasis mata pelajaran. Sehingga itu akan membantu para pihak terutama untuk murid yang melanjutkan ke perguruan tinggi itu terlihat kemampuannya seperti apa,” kata Mu’ti di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta, Jumat (11/4/2025).

Sementara TKA pada jenjang SMA akan dilaksanakan mulai November 2025. Sehingga kemungkinan penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa akan ada lagi tahun ini pula. Pada TKA, nantinya yang akan diujikan adalah pelajaran yang biasanya dipelajari siswa. “Dalam TKA itu nanti mulai itu ada tes yang wajib yaitu Bahasa Indonesia dan Matematika itu wajib Untuk mereka yang ngambil IPA itu nanti dia boleh memilih tambahannya antara Fisika, Kimia atau Biologi. Untuk yang IPS juga begitu. Dia boleh ada tambahan apakah itu Ekonomi apakah itu Sejarah atau ilmu-ilmu lain yang ada dalam rumpun ilmu-ilmu,” jelas Mu’ti.

Ditolak karena Sesuai dengan Kebutuhan Ketua Guru Belajar Foundation Bukik Setiawan menilai sistem tanpa jurusan di SMA sudah sesuai dengan kebutuhan siswa di masa kini dan masa depan untuk masuk ke dunia profesional. Hal ini dikatakan Bukik merespons rencana dikembalikannya penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). “Dalam situasi ketika anak-anak kita sedang membangun arah belajarnya sendiri, kebijakan ini justru mengancam untuk menarik mereka kembali ke sistem lama yang telah lama dikritik karena tidak relevan dengan tantangan masa kini,” kata Bukik dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (23/4/2025).

Bukik juga menyoroti potensi hilangnya kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan karena perubahan kebijakan tanpa kajian menyeluruh.

Sementara itu, Perhimpunan Guru dan Pendidikan (P2G) misalnya, mereka menilai penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa tidak relevan diadakan jika hanya didasarkan dengan pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA). Menurut P2G tanpa penjurusan itu siswa masih tetap bisa ikut TKA meski menggunakan sistem peminatan seperti saat ini.

“Kalau sudah ada TKA ya sebenarnya penjurusan udah enggak relevan lagi secara otomatis,” kata Koordinator Nasional (Koornas) P2G Satriwan Salim kepada Kompas.com, Sabtu (12/4/2025).

Satriwan menjelaskan, jika siswa ingin ikut TKA, bisa melakukan peminatan pada kelas 11. Lalu, saat ingin ikut TKA tinggal memilih mata pelajaran yang sesuai dengan peminatan di perguruan tinggi. Oleh karena itu, Satriwan merasa tidak perlu lagi penjurusan di SMA diadakan. “Anak kelas 9 misal ambil pilihan mapel dengan formula Kurikulum Merdeka hingga saat ini Biologi, Kimia, Bahasa Inggris, Sosiologi. Dia ingin ambil jurusan Kedokteran. Ya pada saat TKA mapel pilihan yang diteskan Biologi dan Kimia, sudah pasti itu,” terang Satriwan.

Berharap Dibatalkan

Sistem penjurusan sebelumnya dinilai telah meninggalkan jejak luka kolektif akibat ketimpangan perlakukan antar-jurusan. “Lakukan evaluasi berbasis bukti terhadap pelaksanaan sistem pemilihan mata pelajaran dan perkuat komponen pendukungnya. Seperti asesmen minat dan bakat, pendampingan karier, dan pelatihan guru,” ujarnya.

Respon keberatan juga disampaikan dari guru dan sekolah yang berhadapan langsung dengan murid. Di antaranya guru BK dan wakil Kepala Seksi (Wakasek) Kesiswaan SMA Santa Maria 1 Kota Bandung, Cicilia dan guru BK dan Wakasek kurikulum SMA Ignatius Slamet Riyadi Residen, Karawang, Hastari.

Mereka berada di bawah naungan Yayasan Salib Suci (YSS) menilai sistem tanpa jurusan sangat menyiapkan murid untuk lanjut ke perguruan tinggi dan dunia profesional kelak. Cicilia dan Hastari pun berharap kebijakan kembalinya sistem penjurusan di SMA dibatalkan. “Anak-anak yang masuk ke kelas yang mereka minati, mereka memilih karena kesadaran sesuai rencana studi mereka. Meskipun tidak semua anak cemerlang di mapel tersebut tapi punya kemauan untuk belajar,” ujar Hapsari.

Ajak Siswa Pahami Regulasi

Menurut Hapsari, ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk menyiapkan murid agar dapat memilih mata pelajaran yang tepat. Salah satunya mengajak murid memahami regulasi yang ada. Hapsari menjelaskan, setiap murid di sekolahnya pasti paham soal Peraturan Menteri Nomor 345/M/2022 mengenai Mata Pelajaran Pendukung Program Studi dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi. Dalam peraturan tersebut, tercantum lengkap mata pelajaran pendukung yang perlu diambil murid sesuai dengan program studi yang ingin diambil di tingkat perguruan tinggi.

“Ketentuan itu hanya untuk yang daftar PTN non-tes. Tapi saya mengajak murid, baik yang mau masuk PTN jalur tes, swasta, atau luar negeri, semua harus paham. Dari situ murid jadi paham kompetensi dasar apa yang perlu mereka miliki. Jadi kami menjamin, nggak ada anak kami yang nggak belajar biologi dan atau kimia lalu mendaftar Fakultas Kedokteran,” beber Hapsari.

Meski demikian, Hastari mengaku sebenarnya cukup kewalahan mengatur jadwal kelas dengan sistem ini. Namun, semua terbayarkan karena murid lebih menikmati proses belajarnya. Sama dengan Hastari, Cicilia mengatakan, banyak kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan persiapan anak mengenal minat dan bakatnya.

Menurut Cicilia, proses untuk sampai murid mengenal minat dan bakatnya tidak bisa dilakukan dalam satu atau dua kali kegiatan melainkan berkelanjutan. Cicilia mengatakan, butuh komitmen yang kuat dari guru untuk mendampingi murid. “Memakan waktu, tenaga dan pikiran tapi itu resiko kami. Pendampingan enggak berhenti ketika mereka sudah memilih mata pelajaran tertentu tapi berkelanjutan sampai murid lulus dan kuliah,” jelas Cicilia.*

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles