AKTIVI.ID– Akademisi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu, Muhamad Rizal Masdul, S.Pd.i, M.Pd mendukung rencana Kementerian Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Republik Indonesia mengembalikan penjurusan di Sekolah Menengah Atas (SMA).
Katanya dengan adanya penjurusan ini peserta didik akan lebih memfokuskan diri mempelajari mata pelajaran jurusan yang diminati dan yang dipilih sehingga bisa menguasai, sekaligus itu menjadi bekal mereka jika melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.
“Apa yang dilakukan Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024) menghilangkan penjurusan di tingkat SMA hanyalah kemunduran, kemunduran dalam dunia pendidikan Indonesia,”sebut Rizal, Kamis (17/4/2025).
Inilah katanya salah satu alasan utama pendidikan Indonesia tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, karena ketidakjelasan arah dan kebijakan pendidikan yang terus berubah. Kebijakan yang sering berganti tanpa kajian ilmiah yang mendalam menunjukkan bahwa Indonesia tidak memiliki peta jalan pendidikan jangka panjang yang disepakati bersama.
Misalnya, ada menteri yang memutuskan untuk menghapus penjurusan, tetapi kemudian kebijakan itu dibalik dan jurusan tersebut dihidupkan kembali. Begitu pula dengan kebijakan ujian nasional (UN), yang sebelumnya dihapus oleh satu menteri, kemudian diaktifkan lagi oleh menteri lainnya.
“Gontaganti kurikulum, gontaganti kebijakan mengakibatkan kemunduran dalam dunia pendidikan kita, karena kita buta dan tidak memiliki peta jalan pendidikan jangka panjang yang disepakati bersama,”sebutnya.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA mulai tahun ajaran 2024/2025.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek saat itu, Anindito Aditomo, menjelaskan kebijakan ini merupakan bagian dari pelaksanaan Kurikulum Merdeka yang telah diterapkan secara bertahap sejak 2021.
Pada 2022, Kurikulum Merdeka diterapkan oleh sekitar 50 persen sekolah, dan pada 2024, angka ini meningkat hingga 90-95 persen di tingkat SD, SMP, serta SMA/SMK.
Anindito menilai bahwa pembelajaran yang lebih terarah dan mendalam sulit dicapai bila siswa masih terbagi ke dalam jurusan IPA, IPS, dan Bahasa. Ia juga mencatat bahwa saat sistem penjurusan diterapkan, mayoritas siswa cenderung memilih jurusan IPA.*