AKTIVI.ID-Kementerian Kebudayaan secara resmi mengajukan Budaya Tempe, Teater Mak Yong (ekstensi Mak Yong Malaysia), Jaranan: Seni Pertunjukan dan Ritual (usulan bersama dengan Suriname), untuk masuk dalam Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan UNESCO (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity). Proses panjang telah dilalui sebelum akhirnya ketiga warisan budaya takbenda Indonesia ini resmi diajukan.
Tahapan pengajuan telah dimulai dari dukungan komunitas budaya, diikuti dengan penyusunan dokumen nominasi oleh komunitas, akademisi, dan pemerintah daerah yang difasilitasi Kementerian Kebudayaan. Proses ini mencakup kajian literatur, survei lapangan, wawancara, serta dokumentasi mendalam. Dengan tenggat waktu pengiriman naskah usulan hingga 31 Maret 2025, dokumen nominasi telah disusun sesuai persyaratan yang ditetapkan UNESCO dan siap untuk dievaluasi oleh badan evaluasi UNESCO.
Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, pada Culture Ministerial Meeting Indonesia-Suriname yang dilaksanakan secara daring menyatakan komitmen Indonesia dalam upaya melestarikan Warisan Budaya Takbenda Indonesia dengan mengusulkannya ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO.
“Indonesia berkomitmen untuk menjaga warisan budaya takbenda dan kami telah meratifikasi Konvensi 2003 untuk menjaga warisan budaya takbenda dan terus secara aktif mendaftarkan berbagai elemen tradisi budaya kita dalam daftar Intangible Cultural Heritage UNESCO. Kami percaya bahwa pengakuan internasional bukanlah tujuan akhir, tetapi cara untuk memastikan bahwa tradisi ini dilestarikan, dirayakan, dan diwariskan”, ujar Menbud.
Tempe.
Proses dan nilai budaya pembuatan tempe telah diwariskan oleh nenek moyang kita dan tetap lestari hingga saat ini. Bukti historis menunjukkan bahwa kata ‘tempe’ telah ditemukan dalam Serat Centhini, naskah sastra Jawa abad ke-19, yang menceritakan kehidupan masyarakat Jawa abad ke-16 yang menandakan bahwa tempe telah dikonsumsi secara luas sejak berabad-abad lalu.
Fadli Zon menyebutkan bahwa pengajuan ini adalah langkah besar dalam mendukung tempe sebagai bagian dari identitas budaya nasional yang memiliki dampak luas.
“Tempe bukan sekadar makanan sehari-hari bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga mencerminkan pengetahuan, budaya dan teknologi pangan tradisional yang terus hidup dan berkembang. Masuknya Budaya Tempe dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO akan semakin memperkuat tempe sebagai warisan budaya yang harus dijaga, sekaligus mendorong kesadaran global akan nilai budaya, manfaat gizi dan kesehatan, serta keberlanjutannya,” jelas Menbud.
Teater Mak Yong.
Prinsip kerja sama internasional dalam pengajuan beberapa nominasi Teater Mak Yong yang didaftarkan melalui mekanisme ekstensi budaya, merupakan seni pertunjukan tradisional masyarakat Melayu yang memadukan seni peran, musik, vokal, dan gerak tubuh. Mak Yong dari Malaysia telah masuk dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO pada tahun 2008. Seni pertunjukkan ini menyebar ke Indonesia, khususnya di wilayah Kepulauan Riau sejak awal abad ke-19.
“Mak Yong hidup dinamis juga di Indonesia, khususnya di Kepulauan Riau dan Sumatera. Dengan pengajuan ekstensi ini, Indonesia berkomitmen untuk turut serta dalam pelestarian Mak Yong sebagai seni pertunjukan tradisional yang kaya nilai budaya. Kami berharap kerja sama dengan Malaysia akan semakin erat, sehingga upaya pelindungan dan pengembangan Mak Yong dapat terus berkelanjutan,” harap Menbud.
Jaranan.
Adapun prinsip kerja sama internasional selanjutnya turut dikedepankan melalui pengajuan Jaranan, seni pertunjukan dan ritual yang menggabungkan tari, musik, dan unsur spiritual, sebagai warisan budaya takbenda. Nominasi ini mencakup berbagai varian yang telah masuk sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia, seperti Jaran Kepang, Jaran Bodhag, Jaranan Pegon, Jaranan Tril, Jaranan Jur Ngasinan (Jawa Timur), Ebeg Banyumas, Jaranan Margowati Temanggung, Turonggo Seto Boyolali (Jawa Tengah), Jathilan, Jathilan Lancur (Daerah Istimewa Yogyakarta), dan Kuda Gipang (Kalimantan Selatan), serta didukung oleh komunitas kesenian lainnya yang tersebar di beberapa wilayah seperti Kuda Lumping.*